“Suku Tengger” Sejarah & ( Bahasa – Mata Pencaharian – Kekerabatan – Agama – Kepercayaan )
GuruPendidikan.Com – Suku bangsa Tengger berdiam di tiga buah desa dalam kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur yakni desa Jetak, Wonotoro dan Ngadisari. Asal usul mereka mungkin sama dengan suku bangasa Jawa umumnya. Akibat pemisahan diri di suatu saat dulu, maka ada beberapa unsur kebudayaan mereka yang berbeda dengan orang Jawa sekarang. Dalam pola hidup sehari-hari mereka memang agak berbeda dengan orang Jawa pada umumnya karena mereka hidup di daerah Pegunungan Tengger yang amat dingin, dengan kawah Gunung Bromo yang menjadi pusat orientasi pemujaan mereka.
Bahasa Suku Tengger
Bahasa tengger “terkadang disebut bahasa Jawa Tengger” ialah bahasa yang digunakan Suku Tengger di kawasan pegunungan Bromo-Tengger-Semeru yang termasuk wilayah Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur.
Secara linguistik bahasa Tengger termasuk rumpun bahasa Jawa dalam cabang rumpun bahasa Formosa “Paiwanik” dari rumpun bahasa Austronesia. Beberapa orang menganggap bahasa Tengger ialah turunan bahasa Kawi dan banyak mempertahankan kalimat-kalimat kuno yang sudah tak digunakan lagi dalam bahasa Jawa Modern.
Mata Pencaharian Suku Tengger
Di tanah pegunungan yang subur itu mereka mengembangkan pertanian khusus sayur mayur, karena di daerah ketinggian 2.000 meter lebih itu padi tidak mau lagi tumbuh. Hasil sayur mayur mereka mengisi pasaran di Surabaya dan kota-kota Jawa Timur lainnya.
Kekerabatan Suku Tengger
Masing-masing desa dipimpin seorang kepada desa yang mereka sebut petinggi, ia dibantu oleh yang yang disebut caik yakni juru tulis kantor desa. Tokoh penting dalam kehidupan sosio religius mereka ialah para dhukun yang tidak lain ialah pera pemimpin upacara dalam gama Hindu Darma yang mereka anut, sekaligus sebagai pemimpin adat kelompok dukun masing-masing. Seorang dhukun dibantu oleh dua orang yakni seorang wong sepuh yang bertugas mengurus upacara adat kematian dan menyediakan segala macam sesaji dan seorang legen yeng bertugas mengurus upacara perkawinan dan menyiapkan perlengkapannya.
Seorang petinggi juga dibantu oelh sejumlah aparat yakni kampung polisi yang bertugas menjaga keamanan dan ketenteraman desa, kampung gawe bertugas sebagai penghubung/pesuruh desa. Kampung cacar yang bertugas di bidang kesehatan masyarakat dan seoarang kebayan latar yang bertugas di bidang kebersihan desa.
Orang tengger memiliki sistem kekerabatan yang bilateral sifatnya, keluarga-keluarga inti memang menonjol perannya dalam kehidupan sehari-hari, tetapi dalam urusan sosial yang lebih besar kelompok kekerabatan bilateral menjadi lebih penting artinya. Sistem pewarisannya sama seperti pada masyarakat Jawa yang diperhitungkan menurut ungkapan sepikul segendongan, sepikul untuk anak laki-laki dan segendongan untuk anak perempuan, artinya sama-sama banyak sumbangannya. Dalam kehidupan sosial masyarakat ini tidak mengenal perbedaan status yang tajam.
Agama & Kepercayaan Suku Tengger
Pada masa sekrang orang Tengger menggolongkan kepercayaan mereka ke dalam agama Hindu Darma, kepercayaan mereka lebih dipengaruhi oleh kepercayaan setempat. Mereka percaya kepada Sang Hyang Agung, roh para leluhur, hukum karma, reinkarnasi dan moksa.
Kepercayaan mereka kepada roh dipersonifikasikan antara lain sebagai danyang “makhluk halus penunggu desa atau tempat tertentu” yang dipuja disebuah tempat yang disebut punden. Biasanya dibawah pohon besar atau batu besar. Roh leluhur pendiri desa sering mendapat pemujaan yang lebih besar dan dalam kehidupan sehari-hari dipuja di sanggar pemujaan. Sekali setahun diadakan pemujaan roh leluhur di Kawah Gunung Bromo. Upacara itu lebih dikenal dengan Kasoda, ajaran agama itu mereka satukan dalam kitab suci yang disebut primbon yang aslinya ditulis di atas daun lontar.
Dalam kepercayaan mereka orang Tengger sepanjang tahun menjalankan sejumlah upacara yang bersifat massal maupun individu, antara lain upacara Kasodo, Unan-unan, Pujan, Barikan, Nglukat atau Entas-Entas. Semua dilaksanakan menurut waktu yang telah ditetapkan berdasarkan perhitungan tradisional mereka. Orang Tengger membagi satu tahun menjadi dua belas bulan yakni kasa, karo, ketiga, kapat, kalima, kanem, kapitu, kawolu, kasanga, kesepuluh, kadesta dan kasodo.
Demikianlah pembahasan mengenai “Suku Tengger” Sejarah & ( Bahasa – Mata Pencaharian – Kekerabatan – Agama – Kepercayaan ) semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂 🙂
Baca Juga:
- “Suku Tidore” Sejarah & ( Bahasa – Mata Pencaharian – Kekerabatan – Agama – Kepercayaan )
- “Suku Tobelo” Sejarah & ( Bahasa – Mata Pencaharian – Kekerabatan – Agama – Kepercayaan )
- “Suku Tolaki” Sejarah & ( Bahasa – Mata Pencaharian – Kekerabatan – Agama – Kepercayaan )
- “Suku Wana” Sejarah & ( Bahasa – Mata Pencaharian – Kekerabatan – Agama – Kepercayaan )